Selasa, 11 September 2012

tugas psikologi


Sejak saya dinyatakan secara resmi diterima menjadi mahasiswa poltekkes, saya merasa bahagia karena itu adalah salah satu peluang saya untuk mencapai keinginan yang menjadi salah satu tujuan banyak orang, yaitu sukses, baik dunia maupun akhirat. Bagi dunia, saya percaya bahwa mahasiswa poltekkes dapat dengan mudah mengakses peluang kerja dengan mitra-mitra rumah sakit di wilayah Indonesia, sedangkan untuk akhirat, menjadi perawat itu menurut saya adalah sebuah tugas yang cukup terbilang berat dan dengan profesi ini kita dapat membantu sesama dan melatih indra dan perasaan kita untuk mengabdikan diri untuk kesehatan dan kebaikan manusia.
Namun saya jugasempat menanggung rasa stress dan kecewa dalam hati karena saya belum beruntung masuk dan lolos dalam ujian SNMPTN ke universitas yang saya inginkan. Namun dengan niat dan dukungan dari orangtua, saudara dan teman-teman saya yakin bahwa inilah salah satu jalan yang terbaik bagi diri saya dan orang-orang disekitar saya. Saya juga merasa bersyukur karena saya dapat lolos ke satu-satunya politeknik kesehatan negeri di Yogyakarta.
Saat-saat PPS (Program Pengenalan Studi) dimulai, dan dilaksanakn di auditorium baru Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Dan pada akhirnya, kami para mahasiswa baru, mau tidak mau pun diharuskan melalui berbagai macam stressor dari kakak-kakak tingkat kami. Saya tahu bahwa kegiatan tersebut merupakan salah satu “ritual” bagi kami para calon mahasiswa baru.
Pada hari pertama, yaitu acara pra PPS berlangsung dengan lancar tanpa ada tugas yang “nyleneh-nyleneh”. Tetapi, diakhir acara kami tiba-tiba di beri tugas “seabreg” dan harus sudah siap dan selesai dalam satu malam. Kami dibacakan nama dan tugas barang-barang yang harus dibawa esok harinya. Kakak-kakak tingkat membacakannya di panggung dengan cepat-cepat, seperti seakan-akan dikejar anjing. Dalam kondisi panik, bingung, dan geli yang campur aduk menjadi satu (kayak nano-nano aja -_-”) saya dengan tulisan yang ala kadarnya (seperti tongkol berceceran . . .) pun mulai menulis. Tentu saja catatan kami banyak yang kosong dan tidak lengkap dikarenakan tidak mendengarkan dan ketinggalan kata.
Setelah bubar, kami pun sempat bingung dan stress dikarenakan perasaan was-was akan kemarahan kakak tingkat pada esok harinya dikarenakan mendapati kami belum lengkap dalam atribut dan barang, bahkan belum membuatnya sama sekali karena tidak tahu. Setelah itu kami pun berinisiatif berdiskusi tentang perlengkapan yang harus dibawa. Walaupun dengan kegiatan berdiskusi ini, kami harus pulang lebih malam dari yang telah dijadwalkan, padahal orang tua saya menjemput saya, dan pada saat itu saya tidak membawa HP, itu membuat saya menjadi kalang kabut. Saya pada waktu itu sempat berjalan dari auditorium menuju ke kampus terpadu. Di perjalanan, saya bertanya ada tidaknya wartel dengan orang sekitar. Mereka bilang tidak ada, saya pun menjadi cemas dan hampir menangis karena stress. Untung saja saya mendapati orang tua saya telah menjemput dan menunggu saya di depan kampus terpadu poltekkes, saya sangat bersyukur.
Saya pun kembali ke auditorium karena sudah mendapat ijin dari orang tua saya, dan kami melanjutkan diskusi kami tentang tugas-tugas PPS. Di acara diskusi dadakan ini, kami diuji kekompakan dan kebersamaan antar sesama mahasiswa keperawatan, dan juga mengasah kemampuan kami beradaptasi dengan lingkungan. Setelah beberapa jam berdiskusi kami pun bubar. Belum selesai sampai disitu, saya juga harus membeli barang dan peralatan yang harus siap besoknya. Selain itu sewaktu PPS berlangsung, saya masih diantar jemput orang tua saya, dan mereka harus menanggung beban menunggu, membelikan kesana kemari. Itu merupakan beban tersendiri bagi saya.
Sesampainya dirumah, saya juga harus nglembur untuk membuat catatan dan perlengkapan yang harus dibawa untuk PPS. Saya harus rela bergadang semalaman untuk mengerjakan tugas PPS. Saya bahkan hanya sempat tidur selama 3 jam dalam waktu 2 hari, dan itu merupakan pengalaman yang “amazing” dan sangat jarang saya dapatkan dalam kehidupan saya selama ini. Bahkan mungkin ada dari teman-teman saya rela tidak tidur selama masa PPS berlangsung.
Esok harinya banyak dari kami yang belum selesai dalam mengerjakan tugas dan bahkan ada yang belum membuat, dan tentu saja kami mendapat marah dari kakak-kakak tingkat kami karena ketidak disiplinan kami. Kami dibentak-bentak dalam rangka mengasah emosi dan kesabaran kami. Bahkan diantara teman saya ada yang sampai menangis dan sakit karena bergadang.
Pada hari ketiga PPS kami melakukan kegiatan outbond di daerah kalibawang. Disana kami melakukan berbagai macam permainan dan kegiatan yang mengasah kemampuan kami dalam berbagai hal. Dari permainan rapling, flying fox dan bermain air lumpur. Disana kami bersenang-senang setelah melewati masa penggojlokan mental, dan itu merupakan media refreshing yang bagus menurut saya. Selain melatih bakat kepemimpinan, sosial, dan strategi. Kami juga harus beradaptasi dengan teman-teman satu kelompok, karena dalam satu kelompok terdiri dari berbagai jurusan yang berbeda-beda. Walaupun kami sempat diuji kesabarannya saat diberi tugas menuju sebuah pos, kami mau tak mau berjalan telanjang kaki menaiki dan menuruni bukit terjal dan terbilang masih pedesaan, melewati jalan aspal yang panas. Dan dari pos tersebut, tak ketinggalan, kami sempat dimarahi kakak tingkat, dikarenakan kami tidak membawa bekal.
Selama PPS sampai sekarang, saya telah banyak mendapatkan banyak sekali pengalaman yang tentu saja tidak semua orang pernah merasakannya. Begitulah, sekarang saya sebagai mahasiswa baru poltekkes telah menjalani KBM di dalam kelas. Tak hanya mengasah kepintaran dalam mata kuliah saja, saya juga merasa dituntut untuk bisa beradaptasi dengan teman-teman yang terdiri dari berbagai macam sifat dan latar belakang. Sampai saat ini saya masih “nglaju” pulang pergi kuliah. Saya pun harus beberapa kali mengalami stress dan deg-degan karena datang terlambat. Dan ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya untuk selalu hidup disiplin.